Senin, 19 Oktober 2009

contoh kasus etika bisnis

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan permintaan yang meningkat, maka wajar jika harga-harga kebutuhan pokok melonjak jauh, sebagai contoh di bulan Ramadhan terlihat sekali betapa konsumtifnya masyarakat kita. Terutama untuk membelanjakan bahan kebutuhan pokok (pangan). Kenyataan di lapangan walaupun harga kebutuhan pokok naik ternyata tidak mengurangi minat masyarakat untuk membeli. Meningkatnya permintaan akan kebutuhna pokok tertama pangan terkadang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab untuk memperoleh keuntungan dalam jumlah besar secara instan.
Salah satunya adalah menjual bahan pangan asal hewan yang tidak sehat dan tidak aman. Hampir setiap Ramadan datang kita dihadapkan pada temuan seperti penjualan daging bangkai ayam, daging sapi "glonggongan" dan beberapa kasus lainnya. Selain faktor kehalalan tentu bahan pangan asal hewan tersebut membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini jelas merugikan masyarakat selaku pihak konsumen. Harga yang melonjak tinggi ternyata juga disertai kualitas pangan yang membahayakan kesehatan konsumen.

BAB II

Penjualan Daging Sapi dan Daging Ayam “Glonggongan”

Maraknya peredaran daging bermasalah di bulan Ramadhan, terlebih saat lebaran, bukanlah hal baru, selalu terjadi setiap tahun. Hal ini karena setiap Ramadhan, pedagang memanfaatkan kesempatan dikala harga daging melonjak naik. Di beberapa tempat, harga daging naik menjadi Rp 60.000 per kg bahkan ada yang mencapai 65.000/kg. Untuk ayam potong menjadi Rp 26.000 hingga Rp.30.000/kg. Kenaikan harga daging terjadi sebagai akibat dari meningkatnya permintaan daging sedangkan pasokan tidak bertambah. Menurut Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, persedian daging sapi defisit akibat permintaan daging yang melebihi kemampuan penyediaan yang hanya sebesar 54.585 ton (Pelita, 8/9/2008). Di tengah tingginya harga daging, beberapa kalangan menganggap keberadaan daging bermasalah yang dijual murah, sebagai solusi. Omzet penjualan ayam suntik misalnya, terus meningkat. Jika sebelum puasa pedagang hanya menjual 20 - 25 ekor per hari, sejak memasuki puasa meningkat jadi 100 ekor/hari.

Dari segi kesehatan, dapat dipastikan bila daging bermasalah itu akan mengganggu kesehatan. Daging glonggongan / ayam suntik mudah busuk karena telah terkontaminasi bakteri, yang bisa menyebabkan aneka penyakit. Cacing Fasciola yang ada dalam daging, sangat berbahaya bila terkonsumsi manusia, bisa menyebabkan sakit bahkan kematian. Demikian juga dengan formalin, bila dikonsumsi akan terakumulasi (bertumpuk) di dalam tubuh yang bisa menyebabkan iritasi lambung, diare, muntah bahkan kanker dan kematian. Yang lebih menguatirkan dari segi agama, karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengharamkan jenis-jenis daging (sapi/ayam/ikan) yang seperti itu. Keberadaan perdagangan ragam daging yang bermasalah secara nyata membuka peluang bagi konsumen untuk mengkonsumsi makanan haram.

Fatwa haram ini didasari oleh adanya perlakuan salah terhadap sapi / ayam sebelum dipotong / dijual. Untuk mendapatkan daging sapi gelonggongan, maka sapi hidup yang akan di potong diberi minum sebanyak satu drum air atau sekitar 100 liter, yang disalurkan melalui selang ke mulutnya. Tindakan ini dilakukan sampai sapi sudah tidak berdaya kemudian mati. Penyiksaan ini umumnya berlangsung selama enam jam. Setelah sapi mati baru dipotong. Penyiksaan ini bertujuan agar berat badan sapi bertambah, sehingga akan menambah keuntungan. Selain itu juga didasari oleh adanya unsur penipuan dalam penjualan. Untuk ayam suntik misalnya, ayam yang sudah dicabut bulu dan dipisahkan dari jeroannya, disuntik air pada bagian paha, dada, dan punggung agar air merata ke seluruh badan. Penyuntikan bisa dilakukan oleh pedagang sendiri atau menggunakan jasa rumah pemotongan ayam, dengan tujuan untuk menambah berat timbangan. Berdasarkan penelitian Dinas Peternakan, setiap 1 kg ayam suntik terisi air sekitar 1 ons.

Tindakan Tegas

Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai saksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen.

Perlu kesediaan semua pihak mencegah semakin membanjirnya daging bermasalah. Tindakan tegas Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai saksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen.

Ironinya, justru hal inilah yang belum dilakukan oleh aparat Pemerintah. Selama ini Pemerintah belum bertindak tegas terhadap para pedagang barang-barang haram itu. Paling-paling hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan.

Padahal, sudah ada Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pada pasal 4(c) diungkapkan bila menjadi hak konsumen untuk mengetahui informasi kualitas produk secara jujur. Di pasal 8 dan 9 diulas perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Bahkan di pasal 62, dijelaskan bila pelaku usaha yang melanggar bisa dikenai pidana denda hingga 2 milyar rupiah serta sanksi pidana kurungan paling lama 5 tahun. Pemerintah juga bisa mengacu pada Undang - Undang No 6 Tahun 1967 tentang pokok kesehatan. Yang pasti, pada pelaku perdagangan daging bermasalah bisa dikenakan pasal-pasal pidana yang diatur dalam Kitab Hukum Undang-undang Pidana (KUHP), khususnya dengan pasal pidana penipuan. Apalagi saat ini sudah banyak Pemerintah Daerah yang mempunyai peraturan daerah (Perda) terkait perdagangan daging bermasalah. Kota Semarang misalnya mempunyai Perda No 6/2007 tentang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Veteriner. Di Perda tersebut pedagang daging bermasalah diancam hukuman denda maksimal Rp5 juta dan penjara selama lima tahun. Di Kab. Bantul ada Perda No 9 tahun 2000. Langkah tegas Pemerintah harus diikuti dengan kemauan untuk melakukan koordinasi antar kota/kab, karena bisa jadi daging bermasalah tersebut berasal dari luar daerahnya.

Koordinasi juga harus dilakukan antara aparat kepolisian, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan, Dinas kesehatan, Departemen Agama dan MUI. Pemerintah harus sering mengadakan pengawasan secara rutin, tidak hanya menjelang dan saat bulan Ramadhan. Juga tidak harus menunggu adanya pengaduan dari masyarakat. Pengawasan harus dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) baik yang dikelola pemerintah maupun swasta hingga ke pedagang di pasar.



BAB III

Jika mengetahui ada pedagang yang menjual daging di bawah harga normal, patut diduga telah menjual daging bermasalah, sehingga harus segera dilaporkan ke pihak berwenang. Yang tak boleh dilupakan, Pemerintah harus gencar menyosialisasikan kepada konsumen akan ciri-ciri dari daging bermasalah, baik di media massa maupun dengan menempelkan selebaran di pasar-pasar. Konsumen juga harus hati-hati dan jeli. Kalau perlu membeli ayam atau ikan hidup untuk memberikan jaminan keamanan.

Senin, 12 Oktober 2009

Money Game Bermunculan

Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis

Money Game Bermunculan

1. Setujukah anda dengan bisnis money game diatas. Uraikan argumen anda!

Tidak setuju, dikarenakan money game biasanya hanya menguntungkan pada anggota yang bergabung di awal pendirian usaha itu. Jika pasar sudah jenuh dan tidak ada anggota baru yang bisa direkrut, maka anggota terakhir akan mengalami kerugian. an berdampaknegatif bagi perusahaan maupun anggota. Bagi perusahaan akan berdampak pada pembayaran sejumlah komisi umtuk anggota yang telah terekrut.Bagi anggota sendiri akan berdampakpada kurangnya masukan secara finansial.

2. Evaluasilah argumen pihak yang terkait dengan bisnis ini!

Dari pernyatan yang dikeluarkan oleh Kasubdit Kelembagaan dan Usaha Perdagangan, Muhammad Tarigan, saya merasa Departemen Perdagangan sepertinya lepas tangan dalam mengatasi bisnis money game ini. Memang, Depdag tidak memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan atas praktek money game tapi seharusnya Depdag lebih meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak sampai dirugikan karena terjerat usaha money game.

Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) hanya berusaha melaporkan kepada Depdag jika ada usaha MLM yang disalahgunakan sebagai bisnis usaha money game. Sehingga peranan APLI dalam mengatasi bisnis money game tidak terlalu besar.

3. Evaluasilah mengapa bisnis money game bisa tumbuh subur di Indonesia?

Karena MLM dikenalkan sebagai bisnis yang menawarkan kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan banyak uang dengan cepat dibandingkan dengan bisnis lain, dan jaringan pemasarannya dikenalkan sebagai cara baru yang paling populer dan efektif untuk membawa produk ke pasar. Dan juga semakin banyaknya pengangguran yang terus bertambah karena ekonomi, money game akan tumbuh subur justru saat masyarakat sedang dilanda krisis. Karena money game merupakan cara yang cepat dalam memndapatkan uang. Maka itu banyak masyarakat yang berminat mengikuti MLM untuk memperbaiki kondisi perekonomian.Dan karena semakin banyak masyarakat yang berminat, maka bisnis money game ini akan tumbuh subur di Indonesia.

4. Haruskah bisnis ini dilarang. Jelaskan argumen anda dari sudut pandang

"bisnib sebgai profesi yang luhur"?

Bila dilihat dari sudut pandang ‘bisnis sebagai profesi yang luhur’, maka bisnis money game ini harus dilarang karena hanya menguntungkan bagi sebagai orang. Dalam berbisnis, semua pihak yang terkait didalamnya harus saling diuntungkan. Berbisnis juga harus berlandaskan itikad yang baik.

5. Bagaimana pandangan anda terhadap prinsip etika bisnis. what is legal is

ethical. ( Asal tidak melanggar hukum yang etis )?

Pandangan saya terhadap prinsip etika bisnis 'what is legal is ethical' (asal tidak melanggar hukum ya etis) adalah tidak setuju, karena apabila bisnis di negara kita ini berkecenderungan untuk lebih mengutamakan keuntungan finansial dan mengabaikan etika dalam praktek bisnis kita, maka akan terjadi ketidakharmonisan dalam kehidupan kita. Para pelaku bisnis akan menjadi subyek-subyek yang saling merugikan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya. Agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika seperti tokoh teladan agung manusia di dunia, yaitu Rasulullah SAW.